RSS

Harapanku Harapanmu

Selama kami hidup bersama, kami memang jarang sekali akur satu sama lain. Kalaupun pernah, pasti takkan bertahan lama. Barang satu dua menit saling berbagi tawa, sedetik kemudian bukan tidak mungkin bagi kami untuk kembali berselisih, ada saja alasan untuk itu. Tapi aku yakin bukan kami satu-satunya pasangan kakak-beradik yang sering berselisih.

Prinsip kami memang berbeda dan sama-sama keras kepala pula. Bisa jadi inilah penyebab utamanya. Aku yang lebih banyak diam ketika amarahnya mulai membludak-bludak bak orang kerasukan. Jika sudah begitu keluarkah kata-kata kasar yang bisa jadi amat sangat menyayat hati. Ingin rasanya kujitak kepalanya. Namun cepat-cepat kuurungkan niatku, karena melakukannya sama saja dengan masuk ke kandang singa. Sebagai gantinya aku hanya bisa ngedumel dalam hati dan mengingatkan diri sendiri untuk lekas-lekas beristigfar. Namun ketika dada ini sudah penuh sesak oleh amarah tak tertahankan dan kuputuskan untuk bercerita kepada kedua orang tuaku, aku sudah paham betul apa yang akan mereka katakan kelak. Mengalah lah pada adikmu ! karena aku yang lebih tua, aku tahu betul mengalah adalah pilihan terakhir yang mungkin paling jitu untuk meredakan ketegangan. Ya- itulah kuncinya. Mengalah dan menenggelamkan segala keluh kesah yang ada ke dalam palung hati terdalam. Yang mungkin sewaktu-waktu nanti bisa meledak sejadi-jadinya (namun kuharap tidak akan pernah terjadi yang demikian)

Belakangan ini aku tahu, ternyata ada rasa benci dalam hatinya padaku. Sedih, kau tahu bahwa aku sedih mendengarnya. Sesering apapun kami berselisih namun tetap saja aku tak pernah berharap ada rasa benci menodai hati kami. Seringkali hanya masalah sepele yang membuat kami beradu mulut.

Sebesar apapun rasa bencinya padaku, yang pasti kenyataan bahwa takdir Allah menghendaki aku menjadi kakaknya tidak dapat diubah. Namun apakah selama itu pula rasa benci ada dalam hatinya ? Tentu saja kuharap tidak demikian.
Seiring umur kami yang bertambah dewasa tentunya aku berharap tak ada lagi luka di hati saat keluar kata-kata tak enak didengar kala amarahnya mulai meledak, tak ada lagi rasa benci dalam hatinya untuk satu-satunya kakak yang ia miliki ini.

Harapanku melihatnya tumbuh menjadi lelaki dewasa di kemudian hari
dan membuatku tersenyum bangga seraya berkata, "Siapa dulu kakaknya ?"

...Jadi apakah harapanmu equivalent harapanku Dik ?...

Ya !....pasti hatimu berkata Ya..


kutipan diary,
Lincoln October 2009

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar