RSS

Just Read This by Your Heart

Ketika saya membaca-baca kembali majalah Islami terbitan tahun '97-an, saya menemukan artikel yang menggugah saya. Dan pada posting kali ini saya akan membagi apa yang telah saya baca pada majalah tersebut, semoga bermanfaat bagi para pembaca. Amiin ;D

Sosok Wanita Perkasa : Melati di Taman Hati

Bila kukenang senyummu Ibu
Nian-nian rinduku
karna kasih sayang dan cintamu
Jadilah diriku
("Potret Ibu", Titiek Puspa)

Bicara tentang ibu, berarti bicara tentang seseorang yang pertama kali 'dekat' dalam hidup kita. Seseorang yang dalam susah dan senang, membawa-bawa kita dalam rahimnya selama kurang lebih 9 bulan. Bicara tentang ibu, berarti bicara tentang kasih sayang tak putus, bercerita tentang beribu nyanyian tentang cinta tak terperi...

SEMBILAN BULAN YANG PENUH PERJUANGAN
Setelah pernikahan, dengan izin Allah, terciptalah 'sebuah kehidupan baru' di dalam rahim sang wanita calon ibu. Disinilah Allah mendidik kaum wanita dengan kebesaran-Nya.

Bulan demi bulan dilalui dengan penuh doa, harap, dan cemas. Perubahan fisik dan psikis tiap bulannya dirasakan jelas oleh sang (calon) ibu. Dan tidak semua perubahan itu menyenangkan, lho. Mual-mual, serba salah, tidak enak makan dan tidur, kepanasan terus, belum lagi si janin yang terus tumbuh membuat ibu makin berat 'membawa' perutnya.

Lihat Q.S. Luqman:14
"Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu."

Subhanallah, dengan senang hati ibu menerimanya. Makna dan aktivitasnya dijaga penuh. Lantunan doa dan harapan serta ayat-ayat suci Al-Quran terus bergema. Semua buat sang janin. Dengan bahagia pula, ibu dan ayah pun mendadak 'lapar mata-lapar hati' setiap melihat pernik-pernik bayi di toko.

KETIKA KAU MEMANGGIL 'IBU'
Maka saat-saat mendebarkan itu pun tibalah. Prosesi kelahiran seorang anak manusia ke dunia ditandai dengan perjuangan hidup dan mati. Jiwa sendiri tidak dipikirkan, yang penting sang buah hati lahir selamat dan sehat. Kelahiran itu jadi hal yang amat membahagiakan. Rasa sakit ketika meregang nyawa, segera terlupa. Disini seorang wanita telah mencapai jenjang tertinggi dalam karirnya, being a mother! Jihad besar bagi wanita.

Hari-hari selanjutnya, kembali ibu dituntut keperkasaannya. Jadwal tidur jadi tak menentu, sementara pekerjaan rumah bagai tak habis. Malam-malam sang bayi nangis, bergegas ibu menenangkannya dan menyusuinya. Lagi-lagi sang ibu terbangun oleh tangan lapar sang bayi. Begitu pula waktu ibu sedang memasak. Itu kalau ibunya full di rumah lho!

Ibu-ibu yang bekerja di luar itu ternyata dituntut keperkasaan yang kurang lebih sama. Ada pekerjaan rumah, pekerjaan kantor, lalu kontak batin dengan sang buah hati. Eratnya kontak batin inilah ynag sering membiaskan rasa bersalah bagi ibu-ibu bekerja. Di satu sisi, ia harus berada di luar rumah, di sisi lain ia pun ingin berdekatan dengan anaknya.

Kedekatan emosi antara ibu-anak inilah yang menyebabkan sebagian besar anak lebih 'akrab' dengan ibu. Mereka tumbuh dengan bimbingan lahir-batin dari ibu. Lagi-lagi ibu dituntut ksabaran, keluasan hati dan akal, serta keteguhan dalam mendidik anak. Ibu tidak hanya mengajarkan kita kata-kata yang pertama di kenal seperti; Allah, Nabi, Ibu, Ayah. Tapi Ibu pun meniupkan tarbiyah ruhiyah paling awal.

Ingatlah kita ketika ibu mengajari kita membaca doa mau tidur atau ketika ibu menceritakan kita kisah-kisah berhikmah sementara beliau sendiri terkantuk-kantuk? Atau waktu ibu mengajari kita membaca angka :"Satu seperti tongkat, dua gambar bebek, tiga kuping monyet..."

Ibu adalah orang paling care terhadap perkembangan kita, disamping ayah. Betapa ibu tak mau kehilangan sedikitpun kesempatan menikmati pertumbuhan anak-anaknya. Ada getar-getar tak terlukiskan ketika sang anak pertama kali sukses memanggil 'ibu' padanya...

ANTARA IBU DAN DUNIA BARU ANAKNYA
Seorang anak akan mulai banyak bersosialisasi ketika ia sekolah. Disini ibu tetap memainkan peran penting. Sementara kehidupan mungkin saja tak sesederhana dulu. Anak ibu bertambah terus. Keadaan ekonomi makin sulit, sehingga bisa saja ibu 'terpaksa' bekerja. Ada juga keluarga yang ayahnya telah wafat, sehingga ibu memainkan peran ganda, Ibu harus banting tulang mencari nafkah.

Sementara itu, di luar rumah, sang anak mulai membangun dunia barunya. Ada teman-teman, guru, tetangga, sanak famili yang mengajarkan banyak hal baru padanya. Banyak konflik yang dapat saja terjadi ketika anak tumbuh besar.

Ada yang gemar melawan. Ada yang cemburu pada adik-adiknya yang banyak. Ada lagi... macam-macamlah. Lagi-lagi ibu dengan kesabarannya merengkuh setiap anaknya yang datang dengan berbagai masalah. Sesekali ibu marah. Kadangkala ibu mengeluh capek. Baru selesai mengepel lantai, anaknya masuk rumah dengan kaki kotor, membawa teman-teman bocahnya.
Saat sang buah hati sakit, ibu pun turut merasakan sakit. Tapi, dengan terlatihnya emosi, beliau mampu tegar. Bahkan menyemangati anaknya untuk sembuh.

Dengan polanya yang khas, ibu membagi waktu-waktunya secermat mungkin. Antara pekerjaan rumah, pekerjaan kantornya (bila punya), mengurusi ayah, mengurusi anaknya sekaligus mendidiknya. Bahkan tak jarang ia melupakan dirinya sendiri.

Pernahkah kamu mendengar sebelum subuh, ibu sudah tilawah? Setelah shalat subuh, lalu menyiapkan segala sesuatunya. Sampai jauh malam, ketika kita sudah nyenyak tertidur, ibu masih tenggelam dalam khusunya shalat lail. Terus begitu, hari ke hari.

KUANTAR KAU KE GERBANG, NAK...
Secara alamiah manusia tumbuh seiring waktu. Anak-anak yang tadinya kecil-kecil, tumbuh dewasa. Pelan-pelan meluaslah dunianya. Sesekali ibu (yang tetap memegang peran penting) bagai 'tertinggal'.

Anak mulai lebih suka bergaul dengan teman-temannya. Di satu sisi, bagus, anak mulai mandiri dan bersosialisasi lebih baik. Di sisi lain, sering anak menganggap ibu nggak paham dunianya. Ibu dan anak mulai terpisah rentang generasi. Padahal, ibu harus tetap memback up perkembangan anaknya.

Tahukah kita bahwa ibu tak pernah bisa kehilangan sedetik pun dalam memantau pertumbuhan kita? Tahukah kita bahwa ibu selalu menantikan cerita-cerita kita seperti kita bocah dulu? Ibu tetap ingin jadi orang terdekat kita. Bila ibu mungin jadi bertanya-tanya tentang jauhnya kita, maka tolong jelaskan dengan baik padanya. Agar rentang itu tidak semakin jauh. Allah senantiasa meningatkan kita untuk bersikap sangat baik terhadap orangtua kita. Sebesar apapun perbedaan yang ada.

Lihat lagi Q.S. Al-Israa:23
"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkalah kepada mereka perkataan yang mulia."

Mungkin kita tidak tahu, bahwa di hari tuanya (ketika kita berangkat dewasa) ibu sering merasa sepi. Rutinitas tugas rumah tangga yang telah puluhan tahun dijalaninya, dapat saja menimbulkan kejenuhan. Apalagi ketika sang buah hati seakan tak mau lagi bercerita atau sekedar mendengar ceritanya. Sekarang kita mungkin masih sibuk dengan dunia baru kita. Kita berpikir, ibu adalah wanita perkasa yang tidak pernah mengeluh, tapi mudah-mudahan kita masih punya sedikit waktu untuk sekedar memijit atau membantu menjerangkan air panas untuknya.

Mudah-mudahan kita bisa tetap melihat sinar bahagia di mata wanita perkasa itu sampai di usia senjanya. Kala ia mendengar kita lulus sidang sarjana. Pasti bahagianya ibu ketika kita diwisuda. Atau ketika saatnya nanti, ibu mengantar kita ke gerbang hidup baru. Saat kita juga akan menjadi ibu-ibu atau bapak-bapak buat anak-anak kita kelak...

Saat itulah, ibu mencapai puncak kehidupannya. Mengantar anak-anaknya dengan selamat ke babak berikutnya. Bekal-bekal untuk itu telah ia persiapkan sepanjang hidupnya. Surgalah kiranya balasan yang tepat buat beliau, bila kita bisa menjadi insan-insan dambaan umat, insani, Qurani. Benarlah katanya surga berada di bawah telapak kaki ibu. Surga untuknya dan untuk kita. Amiin.

by: Ia 'penguin' 233
Disunting dari majalah Annida Seri Kisah-kisah Islami No. 6/VII Des 1997-Jan 1998 dengan perubahan seperlunya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar